GUEST POST: Bagaimana Tahu Dia Adalah Pasangan Hidup Yang Kucari

Bagaimana saya tahu kalau dia adalah "The One"?

Selalu pertanyaan itu muncul jikalau ngobrol dengan mereka yang umur-umur pacaran udah lama atau usia menikah.

Banyak pasangan yang sudah pacaran tahunan tapi belum berani melangkah ke jenjang yang lebih lanjut, karena mereka punya ketakutan besar yang cukup beralasan, yaitu bagaimana kalau nanti ternyata saya salah pilih?

“Selesai hidup gua.”

Bener juga sih.

Dulu saya merasa sudah menemukan jawaban atas pertanyaan ini dan selalu saya bagikan kepada para anak muda yang mencari jawaban untuk pertanyaan yang sama.

Jawabannya adalah: “Dia adalah pasangan hidupmu jika dengan keberadaan dia kamu menjadi orang yang lebih baik.”

Dan dengan panduan jawaban ini, saya dan banyak anak muda lain akhirnya memberanikan diri untuk berkata, “Iya, dia adalah orangnya.”

Tapi hari-hari ini saya sepertinya menemukan jawaban yang lebih mudah dijadikan panduan. Lebih akurat juga.

Bulan kemarin saya dan Francy menangis berdua. Kita berdua itu menangis gak setahun sekali lho :) Bukan pasangan drama.

Kita menangis tersedu karena sulitnya keadaan yang kita alami. Something very personal. Udah jarang merasakan kecewa atau sesuatu yang sedemikian sakit dan mengecewakan. Sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk frustasi, depresi, bahkan untuk menjadi saling membenci.

Saya bisa meliat pasangan-pasangan mengalami yang kita alami, lalu mereka mulai saling menyalahkan, mulai ga suka melihat satu-sama lain, dan di antara pertengkaran-pertengkaran yang dimulai hal-hal sepele, mereka mulai berharap-harap dan menerawang ‘andaikan-andaikan’.

Puji syukur kepada Tuhan, hal-hal ini tidak terjadi pada kita.

Saya nggak tahu pasti jawaban persis Francy, tapi yang saya rasakan adalah kita berdua malahan semakin sayang.

Cieee….

Tapi bener.

Setelah air mata kita kering, yang tersisa justru rasa sayang yang lebih mendalam, kecupan-kecupan di kening yang lebih sering, lebih sering saling meledek dan tertawa, adanya semangat berjuang yang membara, dan kepala ini isinya pikiran-pikiran ‘ayo kita lewati ini berdua’.

Bukan artinya kita jadi pasangan sempurna yang ada di film-film. Francy masih kesel kalau saya nambah ketika makan, dan saya masih suka menengok kalau melihat wanita cantik lewat :)

We’re your ordinary, real-world real-life couple. Dengan begitu banyak kekurangan-kekurangan kita.

Tapi ketika ada hal berat yang kita hadapi bersama, kita jadi semakin dekat dan kuat, bukannya jadi semakin jauh dan lemah.

Inilah yang mau saya bagikan buat para anak muda yang lagi bingung di luar sana:

“Dia adalah ‘The One’, ketika dalam keadaan sulit, kalian jadi semakin dekat dan kuat.”

Ketika dia dipecat dari kerjaannya, ketika dia dihina keluarganya, ketika kalian ga bisa bayar kontrakan, ketika bisnisnya kandas buat ketiga kalinya, ketika kelalaiannya membuat keluarga kalian susah, ketika dia harus terbaring berbulan-bulan karena sakit, ketika anak yang kalian idamkan ternyata lahir membutuhkan perhatian khusus, ketika orang tua kalian tidak menyetujui hubungan kalian, ketika waktu kalian bersama berkurang banyak karena tekanan pekerjaan, dan banyak-banyak lagi.

Di saat-saat sulit, apakah kalian jadi makin dekat, atau malahan berpikir, “Ini salah dia," “Jadi orang kok begitu amat?” atau, “Ngapain gua ada di sini sama dia?”

Buat yang pacaran, semoga panduan sederhana ini membantu kalian menemukan pasangan hidup yang tepat.

Buat hal-hal kecil dalam pacaran: motor mogok, ban mobil kempes, restoran tutup, kehujanan, sampai yang berat seperti keluarga menekan karena tidak setuju dengan hubungan kalian: coba periksa hati kalian apakah jadi semakin dekat, sayang, kuat, atau malah sebaliknya? Karena hidup pernikahan nanti jauh lebih berat bos. Trust me :)

Dan buat yang sudah menikah, ingat, untuk kalian, ‘The One’ itu bukan dicari lagi. Sudah lewat mas, itu koran kemarin.

Menjadi “The One” itu harus dikerjakan.

Be The One.


From the inspiring blog of Edward Suhadi