Apa Gaya Konflikmu Hari Ini?

‘Menghadiri’ acara bernama konflik dengan gaya yang berbeda-beda

 

Saya termasuk salah satu orang yang percaya bahwa ‘hidup tanpa konflik’ adalah mitos belaka. Ya, memang sih ada pasangan yang terlihat sangat rukun dan damai, tetapi saya yakin itu bukan karena mereka hidup bebas konflik. Tetapi karena mereka tahu bagaimana cara menghadapi dan menanggulangi konflik.

Pada tahun 1979, Afzalur Rahim dan Thomas Bonoma, dua profesor ternama di Amerika menyatakan bahwa ada dua arah yang diambil orang ketika sedang menyelesaikan konflik; untuk kepentingan dirinya sendiri, atau untuk kepentingan orang lain. Tenang, tenang, sebelum kamu mulai protes dan berkata “Tapi, gue biasanya menyelesaikan konflik berdasarkan kepentingan bersama,” biarkan saya menjelaskan lebih lanjut. Tidak semuanya hitam putih. Menurut Afzalur Rahim (kamu sudah kenal dia, kan?), Jan Edward Garrett dan Gabriel F. Buntzman, yang semuanya merupakan peneliti soal konflik dan isu sosial lainnya, terdapat 5 gaya berkonflik:

1. Integrating

Gaya ini terjadi ketika kamu memiliki tingkat kepedulian yang sama akan kebutuhanmu dan kebutuhan orang lain. Kedua belah pihak akan saling terbuka dan memberikan informasi mengenai pandangan mereka akan konflik ini, agar bisa mencapai solusi yang kreatif dan menguntungkan semua pihak.

2. Obliging

Ketika kamu lebih mementingkan kepentingan orang lain, di saat itulah gaya berkonflikmu pantas disebut obliging. Ada dua kemungkinan yang bisa menjadi ‘udang dibalik batu’ obliging ini; yang pertama adalah ketika kamu memang merasa salah dan merasa bahwa konflik ini lebih penting untuk ‘partner’mu, atau yang kedua adalah ketika kamu ingin memanipulasi si partner agar bisa mendapatkan imbalan yang kamu inginkan.

3. Dominating

Ya, dari namanya saja, saya rasa kamu juga sudah mengerti garis besar dari gaya dominating ini. Mereka adalah orang yang lebih mementingkan kepentingan diri sendiri, dibanding partner konfliknya. Penyebab dari gaya ini bukan hanya karena adanya keegoisan, tetapi mungkin karena tidak ada waktu banyak untuk memikirkan keperluan kedua belah pihak. Ketika konfliknya sepele namun membutuhkan keputusan kilat, terkadang pihak yang lebih ‘superior’ di sini akan memilih penyelesaian tercepat. Biasanya gaya ini diadaptasikan oleh upper-level management, orang-orang berkuasa, atau ya…orang-orang egois.

4. Avoiding

Nah, jujur untuk saya, gaya inilah yang paling mengganggu. Jadi, kalau kamu merasa bahwa kamu adalah salah satu dari para ‘avoiders’, mungkin lebih baik kita tidak kenal saja.. hey, jangan ngambek dulu! Saya hanya bercanda, bermaksud berkonflik. Selesaikanlah artikel ini, baru kamu boleh ngambek dengan saya. Avoiders adalah orang-orang yang tidak peduli dengan kepentingannya atau kepentingan orang lain dalam konflik. Biasanya avoiders akan menarik diri dari konflik, tanpa menunjukkan keinginannya untuk menyelesaikan konflik.

5. Compromising

Biasanya, gaya berkonflik ini akan diikuti dengan kata ‘balance’. Gaya berkonflik yang satu ini bisa digambarkan dengan kerelaan kedua belah pihak untuk mengorbankan sesuatu agar bisa bertemu di titik tengah. Biasanya gaya ini akan terlihat ketika kedua pihak dengan kekuatan yang sama sedang berkonflik, dengan begitu tidak ada yang akan merasa berkorban sendirian. Biarpun gaya ini terdengar sangat menyenangkan, tetapi sebaiknya jangan terlalu sering dilakukan, karena akan ada saatnya dimana kita perlu mengambil keputusan tegas yang tidak diinginkan orang lain.

Nah, hanya karena kelima gaya berkonflik sudah terjabarkan, bukan berarti ini saatnya untuk mencari gara-gara dengan pasangan ataupun sahabat. Saya tidak ingin menjadi orang yang menyalakan api tanpa menyiapkan air untuk menyiramnya, jadi coba simak beberapa ‘Jangan’ untuk menyelesaikan konflik dengan pasanganmu:

  • Jangan berteriak. Lawan bicaramu tetap bisa mendengarmu kok, kecuali kalau kalian sedang bertengkar di konser Metallica.
  • Jangan selalu merasa benar. Jadilah orang yang percaya dengan segala kemungkinan, bahkan kemungkinan bahwa sebenarnya kamulah yang salah.
  • Jangan menggeneralisasi. Kamu sedang berkonflik dengan satu pihak, bukan dengan semua manusia di muka bumi ini. Jadilah orang yang praktis dan to the point dalam menghadapi karakter partner konflikmu.
  • Jangan mengumpat. Karena kita adalah manusia-manusia bermoral dan berpendidikan, ingatlah bahwa kata ‘Bangsat’ atau ‘Brengsek’ itu tidak akan membantu menyelesaikan masalah.
  • Jangan lupa, solusinya bukanlah untuk menentukan siapa yang benar, tetapi apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan konfliknya.
  • Jangan biarkan ekspektasimu bertambah tinggi. Tidak akan ada orang yang bisa memenuhi semua ekspektasimu, karena biarpun ada lagu Naif yang berjudul “Karena Kamu Cuma Satu”, hanya Tuhan yang bisa memenuhi dan bahkan melebih ekspektasimu.

 

Selamat 'menghadiri' konflik! (kamu tahu kadang 'acara' ini tidak dapat dihindari, kan?) Based on the guidelines mentioned above, make sure to pick the most appropriate attire, ladies and gents!