Agar Putus Tidak Terlalu Menyakitkan

Image source: http://4.bp.blogspot.com/-GsTv5tzd3ME/UXG3utiDHEI/AAAAAAAABFs/TjwQkN0JioM/s1600/Easter+closet+break+up.png

Masih merasa ga cocok dengan pasangan dan ingin putus tapi kamu takut untuk sakit hati lagi. Familiar dengan masalah ini?

 

Sebelum menikah, kamu masih punya banyak waktu dan kesempatan untuk berpikir lagi apakah pasangan kamu adalah orang yang tepat. Lebih baik sakit hati sekarang daripada nantinya pernikahan kamu berakhir perceraian kan? Nah, cek dulu saran Bataglia, Datteri dan Lord agar putus nggak terlalu menyakitkan:

 

1. Pikirkan secara jernih

Mengapa kamu ingin putus? Timbang baik-baik sisi positif dan negatif dari hubungan kamu. Ingin bertahan, tapi bingung karena ada masalah berat yang terus menerus terjadi, coba deh kamu minta pendapat dulu dari orang lain yang dipercaya. Orang lain tersebut bisa:

  • Teman
  • Sahabat
  • Orang yang dituakan
  • Pemuka agama
  • Konselor
  • Psikolog

Jangan ragu-ragu, sekarang banyak lho pasangan yang belum menikah namun berkonsultasi secara serius agar mampu menuntaskan potensi masalah di kemudian hari. Ingat, apapun yang disarankan oleh orang yang dipercaya ini, pilihannya tetap di tangan kamu ya.

 

2. Diskusikan perasaan dan keraguan kamu

Ungkapkan kepada pasanganmu sejujur mungkin tanpamenyalahkan dia (tanpa menyalahkan diri kita juga tentunya). Pasangan berhak tahu lho kenapa kamu ingin mengakhiri hubungan. Usahakan agar keputusan untuk ‘putus’ adalah keputusan berdua. Kalau belum sepakat, mungkin perlu waktu tambahan untuk berdiskusi. Beberapa pasangan mengalami kesulitan untuk putus karena pihak yang satu belum setuju dengan pemikiran pihak lain. Usahakan tetap mendiskusikannya, bukan dengan bertengkar, marah-marah, ataupun memaksakan pendapat. Soalnya begini, kalau kamu mampu mendiskusikannya, juga mampu mengambil keputusan bersama, maka ‘putus’ jadi tidak terlalu menyakitkan buat keduanya, keduanya juga mampu ‘move on’ lebih cepat. Selain itu, kemampuan mengambil keputusan bersama sungguh dibutuhkan kok kelak ketika berumahtangga.

 

3. Beranikan diri

Tak perlu merasa takut menyakiti pasanganhanya karena kamu ingin mengajak diskusi tentang putus. Ingat, ketakutan menyakiti pasangan bukan alasan untuk meneruskan hubungan. Bahkan, meneruskan hubunganmu karena alasan ini justru akan memperlama "kesengsaraan" kedua pihak.

 

4. Putus dengan jelas dan tegas

Tak perlu mencoba untuk nyambung lagi kalau akhirnya putus juga. Justru ‘putus-sambung’ yang akan membuat perasaanmu lebih terombang-ambing. Bukan berarti tak boleh berhubungan lagi. Cobalah kembali menjadi pasangan apabila kamu sudah melakukan konseling atau telah betul-betul menyelesaikan masalah yang pernah terjadi. Ingat, menyelesaikan masalah, bukan melupakan masalah ya. Artinya sudah punya kesepakatan apabila masalah tersebut berulang, apa yang akan dilakukan berikutnya.

 

Jika pasangan kamu secara sepihak memutuskan hubungan, kamu tentu punya hak untuk merasa marah dan sedih. Banyak orang yang pura-pura tegar setelah diputusin, yang akhirnya justru jatuh dalam masalah lebih besar. Masih oke kok untuk marah dan sedih selama beberapa hari sampai beberapa minggu, setelahnya segera ‘move on’ dong. Ayo cari pasangan baru lagi. Kalau kesedihan dan kemarahan masih berlanjut setelah beberapa minggu, ada baiknya kamu segera mencari psikolog atau psikiater karena mungkin mengalami depresi tingkat awal. Lebih baik disembuhkan segera daripada berkelanjutan. Ingat ya, yang dibicarakan dalam artikel ini adalah pasangan yang belum menikah, jadi memang punya keleluasaan untuk putus ataupun tetap mempertahankan hubungan. Kalau sudah menikah? Tentu saja jauh lebih kompleks daripada yang diceritakan di sini.

 

Referensi : DeGenova, Mary Kay. (2008). Intimate Relationships, Marriages & Families, 7th ed. New York:McGraw-Hill Companies.