#DetektifSETIPE : Belajar Berteman Baik dengan ‘Pikiran’ Sendiri

setipedotcom-advice-phileaadhanti-berteman-baik-dengan-pikiran-sendiri

Strategi mengakurkan khayalan dan realita sebelum terjadi perang saudara

Dalam kurun waktu satu minggu penuh, SETIPE.COM akan berperan sebagai detektif (anggap saja ini adalah Sherlock Holmes yang sedang mencoba menyelediki kasus percintaan, karena bosan dengan kasus kriminal) karena banyaknya kasus yang belum dipecahkan oleh kalian semua. Banyak yang menganggap, hanya karena kasus percintaan itu berhubungan dengan perasaan, akal sehat perlu ditinggalkan. Salah total. Ingat, usia kita berjalan terus, dan sudah tidak sepantasnya kita berperilaku seperti anak-anak yang baru puber. Mari kita melatih logika untuk bekerja sama dengan perasaan. Bergeraklah dengan matang.

Disclaimer: Detektif hanya bertugas untuk menyelidiki dan memberikan pilihan solusi. Ingat, saya bukan Tuhan atau dewi cinta. Kelanjutan dari hubunganmu itu tergantung oleh restu Tuhan dan usaha dari kalian berdua.

 

Saat sedang memulai sebuah hubungan yang baru, ada baiknya berkhayal dibatasi. Lho tunggu, maksudnya? Kok diawal sudah diberi peringatan? Jangan beranjak dahulu. Kamu tahu saya detektif kan? Tugas detektif adalah menganalisa kasus. Ini kasus yang marak terjadi karena tidak ada antisipasi. Kamu menyimak lagi? Terima kasih. Mari lanjutkan.

Sudah akui saja, infusi film-film yang sudah-dapat-dipastikan berujung happily ever after seringkali membuat kita tidak ‘menginjak tanah’. Kita dibuat ‘mengambang’ serasa tidak ada gravitasi untuk menikmati jalan cerita film tersebut. Terpuaskan hatinya? (Anggaplah saya menangkap anggukanmu) Ok, berarti sang pembuat film dapat dinyatakan sukses.

Tidak ada yang salah dengan film-film tersebut. Akan menjadi salah kalau kita, sebagai penonton, mengaplikasikannya pada kehidupan nyata tanpa saringan. Kita menganggap bahwa pada suatu saat nanti akan ada kisah yang membawa kita hidup bahagia selama-lamanya dan mendapatkan seseorang yang tidak bercela (dengan kata lain: sempurna). Tidak ada yang tidak mungkin, tapi sekali lagi saya ingatkan, batasi khalayannya. Kita hidup di dunia nyata kan yang harus dihadapkan pada realita? Saatnya kita belajar mempertemukan khayalan dan realita.

Mari simak kasus dibawah ini, ini contoh gerakan tidak antisipatif. 

Kasus #6 > Pelaku: Dara Si Wanita Penuh Khayalan dan Toni Si Laki Urakan

Kasus & Analisa:

Dara dan Toni sudah sebulan mulai pergi berdua. Mereka tak sengaja kenal lewat teman mereka yang mengajak makan satu meja di sebuah resto. Tak sengaja pula perbincangan mengalir dan ada ketertarikan diantara mereka. Semenjak itu hampir setiap hari mereka wisata kuliner setiap pulang kantor. Mau disebut pacar sebenarnya belum, tapi label teman sudah mulai pudar. Lalu namanya apa? Mereka melabelkan ini namanya ‘rekan makan’. Apapun namanya, teman-teman sekitar mereka sudah mencium bumbu baru yang menimbulkan pertanyaan, “Kalian pacaran ya?” Kesimpulannya: chemistry diantara mereka sudah nyata terlihat.

Sebenarnya tidak ada kerumitan yang harus dihadapi. Jika saja Dara tidak sibuk dengan khayalannya akan ‘prince charming ala Dara’, mungkin ini tidak berujung jadi sebuah kasus. Desakan kanan kiri untuk mereka melabelkan status sebagai pasangan membuat Dara panik. Kenapa harus panik? Karena Toni bukan laki-laki yang ada dibayangan Dara. ‘Selera musik dia nggak sama sama gue, sukanya lagu-lagu nge-rap! Kalo telat ngantor suka nggak mandi. Aduh, kalau pergi nge-date pakai sandal!’  Dara mulai ragu dengan berpikir bahwa satu-satunya yang membuat mereka nyambung adalah urusan makanan. Tetapi jika dilihat dari satelit, tidak mungkin kalau hanya faktor ‘makanan’ yang membuat bisa menghabiskan waktu bersama berjam-jam hampir setiap hari. Sebagai detektif, saya merasa ini masalah hanya ‘dibuat-buat’, Dara mengesampingkan hal-hal yang fundamental dan malah memanjakan hal-hal sepele. Maaf, Dara, bukannya saya menyebut kamu wanita drama, tetapi coba pandang ini dari kacamata logika.

Solusi (Pilihan Ganda):

*Saya berusaha komunikasi langsung dengan Dara. Mungkin, kamu adalah Dara. Mungkin, teman kamu adalah Dara.

 

1. Dara, coba tukar pikiran dengan dirimu sendiri.

Mencari yang terbaik, The Perfect One, memang misi setiap orang. Saya juga kok. Kamu punya checklist dalam khayalan kamu akan pasangan seperti apa yang diinginkan. Tetapi bukan berarti ketika kamu berhadapan dengan yang tidak sesuai, tanpa pikir panjang kamu mengirim pesan menyudahi hubungan kalian. Jangan salahkah siapa-siapa jika setelah 5 hari berlalu, penyesalan muncul tiba-tiba, kamu mengajak Toni pergi makan lagi, dan Toni sudah terlanjur kecewa. Sebelum itu terjadi, bertanya lagi pada dirimu. Jangan biasakan membuat keputusan yang terburu-buru. Melangkah pergi bukan keputusan yang salah jika setelah mempertimbangkan segala hal yang akhirnya kamu yakin kalau dia masuk dalam kategori ‘Not This One, Try Again’.

 

2. Dara, coba komunikasikan masalahmu sama Toni.

Kalau kamu termasuk orang cukup straight forward, coba utarakan apa yang selama ini membuat kamu ragu atau tidak nyaman. Toni mungkin punya penjelasan akan hobi dan kebiasaannya; mungkin alasan dia suka nge-rap karena bentuk pelampiasan emosi yang positif, mungkin alasan dia suka tidak mandi ke kantor karena dia merasa dirinya masih cukup ‘wangi’ hasil dari mandi malam sebelumnya, mungkin alasan dia suka pakai sandal karena me-nyendal dapat membuat dia lebih rileks.

Setelah masalah sudah dibicarakan mungkin ternyata pusat masalah cuma ada di kamu dan ‘khayalan’ kamu saja. Sejauh mana kamu dapat kompromi?

 

3. Dara, why don’t you stay for another day?

Asah kemampuan observasi kamu, dan biarkan waktu yang membantu kamu untuk mengambil keputusan, atau istilah populernya – jalanin aja dulu. Kalian baru saja mulai dekat, ada proses adaptasi yang perlu dilewati, dan tidak ada keputusan yang harus langsung dibuat. Perhatikan kebiasaan-kebiasaan dia, mungkin apa yang waktu itu mengganggu kamu bukan merupakan habit dia, dan hanya terjadi sekali atau dua kali saja. Atau mungkin hal yang awalnya menganggu, akhirnya bisa menjadi hal yang membuat kamu semakin suka sama dia.

Membiasakan diri dengan kehadiran orang lain di hidup kita bukan hal yang mudah. Tetapi jika dalam pertemanan saja kamu memberikan kesempatan seseorang untuk menjadi sahabat, coba berikan Toni waktu untuk membuktikan apakah dia patut menjadi pasangan kamu.

 

At the end of the day, keputusan untuk melangkah mendekat atau menjauh ada di tangan kamu. Kamu sudah cukup dewasa kan untuk tahu kalau keputusan terburuk adalah ketika kamu melakukannya dengan cara impulsif. Ambil nafas dalam-dalam dan pikirkan langkah bijaksana.

Skill yang perlu diasah adalah menyeimbangkan khayalan yang sudah kamu ‘manja’ dari kecil dengan lebih membuka mata pada realita. Ingat, kamu tidak sedang main film, naskah cerita tidak dapat kamu kontrol 100%. 

*Kasus ini kemukakan & dikupas oleh Atri Siregar. Kemudian dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh Philea Adhanti. Terima kasih atas kerjasamanya (berjabat tangan)