Revolusi Cara Orang Indonesia Berkencan

Tidak hanya mental, kebiasaan berkencan pun bisa berevolusi.

 

Hai, selamat siang. Mungkin ketika mulai membaca artikel ini, pikiran kalian terombang-ambing di antara tiga ‘pulau’, yaitu:

 1. Mana mungkin cara berkencan orang Indonesia bisa berevolusi? Dasar perempuan aneh.

2. Aduh, makan siang apa, ya hari ini?

3. Semoga artikel ini tidak hanya membuang waktu gue.

Jangan sinis dulu, dong. Fakta bahwa kalian memutuskan untuk membaca artikel ini berarti kata ‘kencan’ ada hubungannya dengan hidup kalian. Ya, kan?

 

Nah, mungkin saya memang belum hidup cukup lama untuk memperhatikan kebiasaan orang Indonesia berkencan dari sejak jaman Soekarno dulu (ada yang mau membantu menjelaskan?), tetapi paling tidak saya cukup merasakan perubahannya. Saya meneliti dan menganalisa histori dari masa ke masa. Biarkan saya mencoba untuk menceritakannya kembali.

 

 1. Dari surat menuju ke messenger

Ya, kalau bertemu langsung tentu sampai sekarang masih cukup penting. Tetapi, karena manusia tidak bisa selalu bersama setiap saat, tentu alat berkomunikasi menjadi bagian penting dari suatu hubungan. Kalau kita sering mendengar kisah tentang surat-surat cinta jaman dahulu, jaman sekarang teknologi (dan kemalasan) membuat kita beranjak ke messenger. Baik WhatsApp, LINE, Skype chat, atau mungkin SETIPE messenger (pesan sponsor masih perlu, dong. *wink) apabila diperhatikan, cara kita menulis pesan pun juga menjadi berbeda. Apakah ada di antara kalian yang masih suka menulis pesan panjang lebar lewat messenger? (kecuali kalau lagi berantem, ya)

 

 2. Dari “Maju Tak Gentar” menuju “yah, kena friendzone deh

Jujur, saya tidak yakin 100% kalau jaman dulu orang tidak ada yang merasakan friendzone. Bahkan, sampai sekarang saya pun mulai mempertanyakan apa friendzone itu. Tetapi, mau tidak mau harus diakui kalau term friendzone menjadi lekat dengan kisah percintaan jaman sekarang. Kalau saya mendengar cerita dari nenek dan ibu saya (dua generasi menjadi cukup valid, kan?), kisah percintaan mereka terdengar jauh lebih simpel. Kalau mau, ya menjalin hubungan; dan kalau tidak, ya bilang tidak.

Walaupun kalau menurut film, orang jaman dulu (khususnya perempuan) terkenal lebih pemalu, tetapi selain rasa malu, tidak ada yang membuat seseorang memutuskan untuk menggantungkan sebuah hubungan. Tapi sekarang, kita terbiasa dengan membuat semua hal menjadi lebih kompleks dengan “Aduh, nggak tau deh, kayaknya temen aja” atau “Yah, gue udah dianggep temen doing.” Oh, betapa indahnya jaman dulu, dimana kepastian terasa lebih dekat dengan kita… (kemudian menerawang beberapa detik sampai akhirnya sadar kalau pekerjaan saya adalah untuk menyelesaikan artikel ini).

 

 3. Dari “Internet adalah tempat berbahaya” menjadi “Ya, gue kenal dia lewat online dating site

Mau kalian akui atau tidak, hal ini terjadi. Saya ingat jaman dulu, dimana orang-orang masih sangat khawatir dengan internet. Ya, memang sampai sekarang sih masih terdengar omongan-omongan tentang bahayanya berkenalan dengan orang di internet, tetapi maraknya social media dan online dating site menunjukkan bahwa semakin lebih banyak orang yang merasa lebih santai dengan dunia internet. Ya, mari kita jujur saja, semakin sedikit cara untuk berkenalan langsung di dunia ‘nyata’, karena itu situs-situs di internet terasa seperti dunia yang penuh dengan orang-orang baru.

 

Nah, bagaimana menurut kalian? Apakah dunia berkencan mulai berevolusi? Setujukah kalian? (Ya, kalau tidak setuju juga tidak apa-apa. Perbedaan itu indah). Tetapi menurut saya, hal positif dari ‘revolusi’ ini adalah mulai terbukanya pintu-pintu untuk berkenalan dengan orang baru, yang berarti cara pikir kita juga semakin terbuka.

 

Nah sekarang, coba, sapa match-mu lewat SETIPE messenger. Tunjukkan bahwa kamu sudah tidak hidup di masa lampau lagi. Selamat menjadi bagian dari revolusi kebiasaan berkencan!

 

Saya mendoakan dengan tulus agar kisah revolusi kalian akan berujung pada kebahagiaan. Doakan saya juga, ya! (Pamrih sedikit tidak apa-apa, dong?)