4 Penunggang Kuda Pembawa Malapetaka Hubungan

Anggap saja saya penasihat kerajaan

 

Seperti yang kita ketahui (atau pura-pura tidak mengetahui), cinta datang tanpa petunjuk dan bantuan customer service. Cinta adalah makhluk aneh yang tidak bisa dijelaskan asal mula, keberadaan, dan tujuannya. Terkadang kita mendapati diri kita bertanya kepada cinta, “Siapa kamu, dan apa maumu?” Namun banyak juga yang bilang kalau cinta itu tidak untuk dimengerti, tapi untuk dirasakan. Tetapi, kata siapa cinta itu hanya untuk dirasakan? Nah, mari minggu ini kita mencoba mengerti cinta secara objektif. Ayo kenakan jas lab, pakai kacamatamu, dan mari kita kupas habis si makhluk aneh!

 

Cerita apocalypse sangat popular diangkat di berbagai film dan serial tv saat ini, dan cerita The Four Horsemen of the Apocalypse pun sudah akrab dikenal. Tapi tahukah kamu dalam teori hubungan pun terdapat The Four Horsemen of the Apocalypse? John Gottman menggunakan kiasan Horsemen untuk menandakan 4 tipe perilaku yang dapat mendatangkan malapetaka dalam hubungan dan mengakhiri perasaan yang dengan hati-hati kita pupuk. Gottman menyentil dengan cara sopan agar kita (ya, termasuk saya kok) tidak ikutan masuk dalam film apocalypse yang beredar. Menontonnya sih seru, tetapi apabila benar mengalaminya, saya tidak mau membayangkan (tutup mata, tutup telinga).

1. Criticism

Bedakan mengeluh dan mengkritik dengan tujuan dan tanpa tujuan! Mengutarakan keluhan dan perasaan dengan maksud tertentu menandakan hubungan yang sehat, tapi jika kritik dilontarkan tanpa tujuan jelas dan tidak diarahkan kepada sikap atau perilaku spesifik, disini kritik menjadi masalah.

Dengan tujuan: “Kamu kok tadi nggak ngabarin aku sih? Kan aku khawatir. Jangan lupa dong..”

Tanpa tujuan: “Kamu nggak pernah mikirin aku deh. Jadi orang kok egois banget, kamu emang nggak pernah mau usaha di hubungan ini.”

Lihat perbedaannya? Tanpa tujuan jelas, yang diserang adalah kepribadian pasangan, yang pastinya akan meninggalkan bekas yang tidak indah. Mungkin hubungan kalian tidak akan hancur seketika, tapi serangan yang terus menerus berdatangan melalui kritik tanpa tujuan dapat mempermudah jalan untuk Horsemen lainnya menghampiri.

2. Contempt

Merendahkan perasaan pasangan atau menganggap ucapannya seperti angin lalu menandakan satu masalah di hubungan. Perasaan tidak dihargai dan tidak diperhatikan dapat muncul akibat sarkasme yang tidak pada tempatnya (contoh: bukan saat bercanda, namun saat obrolan serius sedang berlangsung), dan disini bahasa tubuh juga sangat penting. Memperlihatkan gelagat seperti tidak peduli juga menjadi salah satu cara contempt hadir, seperti memilih untuk tidak menanggapi percakapan karena sibuk nonton TV atau main dengan handphone.

Contoh gelagat contempt: "Hah? Capek? Drama banget sih kamu, emang abis ngapain sih? Aku aja seharian kerja juga nggak pernah ngeluh kok. Abis ngapain sih? Sibuk banget kamu? Biasa aja deh."

Riset Gottman menunjukkan kehadiran contempt di sebuah pernikahan menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan perceraian.

3. Defensiveness

Mencari-cari alasan dan pembenaran dapat menimbulkan perasaan diremehkan, karena alasan yang terucap seringkali membalikkan fakta. Contoh mudahnya:

Dia: "Kamu lupa mau bawa mobil ke bengkel ya"

Kamu: "Kan aku penuh jadwalnya hari ini. Kamu juga tahu itu kan? Kan kamu lihat jadwal aku kayak apa hari ini. Kenapa nggak kamu aja sih yang bawa?"

Dibandingkan mencari pembenaran, mengakui kesalahan dan mencari jalan untuk memperbaiki kesalahan menjadi hal yang lebih sehat dilakukan.

Kamu: "Iya nih, tadi seharian penuh banget. Aku bawa besok deh."

Bedakan memberi alasan logis dengan mencari pembelaan. Walau isi kedua respons di atas sangat mirip, namun respons pertama memutarbalikkan keadaan dan menaruh kesalahan di pihak pasangan. Menghindari respons defensif adalah satu hal yang dapat menyelamatkan hubungan kamu!

4. Stonewalling

Disaat ke-tiga Horsemen sebelumnya sudah hadir, hanya masalah waktu sampai Horseman terakhir ini muncul. Stonewalling adalah perilaku menghindari konflik dengan berbagai cara, daripada membahas dan menghadapi masalah, kita akan melakukan apapun agar tidak menyelesaikan masalah; dari pura-pura sibuk, memilih untuk tidak bersuara atau bahkan dengan membalikkan badan, dan meninggalkan pasangan sebelum terjadi adu kata dalam argumen. Stonewalling dapat terjadi saat kita takut akan perasaan kita sendiri atau saat kita tidak menyadari perasaan kita. Membutuhkan waktu yang lama untuk proses perilaku ke-tiga Horsemen sebelumnya berkembang menjadi stonewalling, namun saat sudah terjadi, stonewalling akan menjadi kebiasaan yang susah ditinggalkan.

Gottman menjelaskan bahwa salah satu kunci keberhasilan dalam berhubungan adalah cara sebuah pasangan dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi, dan menyelesaikan argumen yang pasti akan terjadi. Semua pasti setuju bahwa menyelesaikan masalah dengan komunikasi yang lancar akan lebih baik daripada hancur karena kesalahpahaman. Ada baiknya berhenti sejenak saat argumen terjadi. Jika sudah melihat salah satu dari keempat Horsemen ini mulai menghampiri, segera perbaiki kesalahan dalam berkomunikasi sebelum ia benar-benar hadir di hubungan.

Saya disini bertugas membantu mencegah (atau paling tidak mengingatkan) sebelum apocalypse terjadi. Sekali lagi, saya tidak mau membayangkannya.